Sangattapos.com
Berita Pemerintahan

Mahyunadi: Sidrap Sah Milik Kutim, Putusan MK Tegaskan Tak Ada Status Quo

SANGATTAPOS, KUTIM – Sengketa batas wilayah antara Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dan Kota Bontang kembali mencuat, kali ini dipicu pernyataan Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, yang menuding Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, tidak memahami aturan dalam rencana percepatan pemekaran Dusun Sidrap.

Pernyataan itu memantik respons tegas dari Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi.
Mahyunadi menilai pernyataan tersebut tidak etis dan berpotensi merusak hubungan baik antardaerah. Ia menekankan pentingnya etika komunikasi dalam menyikapi isu strategis seperti batas wilayah.

“Tidak patut rasanya pejabat publik menyampaikan statemen yang bisa memicu ketegangan. Selama ini Kutim dan Bontang menjalin hubungan baik seperti saudara kandung,” ujar Mahyunadi, Rabu (21/5/2025).

Ia menegaskan bahwa persoalan batas wilayah harus disikapi secara konstitusional dan elegan. Terlebih, kolaborasi antara kedua daerah telah terjalin, seperti dalam proyek SPAM Regional VOID Indominco yang berlokasi di Teluk Pandan, wilayah Kutim, namun diperuntukkan bagi warga Bontang.

Terkait status Dusun Sidrap, Mahyunadi menyebut wilayah tersebut secara sah masih berada di bawah administrasi Kutim. Hal ini diperkuat dengan Putusan Sela Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 10-PS/PUU-XXII/2024 tertanggal 14 Mei 2025, yang memerintahkan Gubernur Kaltim melakukan mediasi non-yudisial dan supervisi dari Kementerian Dalam Negeri.

“Amar putusan tidak menyebut adanya status quo. Berdasarkan Permendagri Nomor 25 Tahun 2005, Sidrap adalah bagian dari Kutim,” tegasnya.

Ia juga memastikan bahwa tidak ada aturan yang melarang proses pemekaran desa, termasuk rencana pembentukan Calon Desa Persiapan Marta Jaya yang mencakup sebagian wilayah Sidrap.

“Tidak ada moratorium soal pemekaran desa. Artinya, proses yang sedang berjalan sah dan konstitusional,” ujarnya.

Mahyunadi juga menyayangkan pernyataan Agus Haris yang dianggap tidak memahami konteks hukum. Ia mengimbau agar pejabat publik mengedepankan literasi regulasi sebelum berkomentar ke ruang publik.

“Kalau Pak Wakil Wali Kota Bontang membaca putusan MK dan aturan batas wilayah, saya rasa tidak akan melontarkan pernyataan tendensius,” katanya.

Tak hanya itu, Mahyunadi menyinggung dugaan pelanggaran administratif oleh Pemkot Bontang, yang disebut telah melakukan pendataan dan penerbitan identitas kependudukan di Sidrap.

“Fakta persidangan menunjukkan Bontang tidak pernah membangun infrastruktur di Sidrap. Narasi pengelolaan wilayah itu hanya fiksi,” ujarnya.

Meski demikian, Mahyunadi mengajak semua pihak untuk menjaga kondusivitas dan menghindari konflik horizontal.

“Kita di bawah naungan Republik Indonesia, bukan Republik Bontang atau Kutim. Fokus kita harus pada pelayanan publik, bukan memperkeruh suasana,” tutupnya.

Pernyataan Mahyunadi menjadi penegasan bahwa isu batas wilayah semestinya diselesaikan secara konstitusional, bukan dipolitisasi. Di tengah dinamika ini, kepentingan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama. (*)

Related posts

DKP3A dan PWI Kaltim Sukses Gelar Sosialisasi Ketahanan Keluarga

Dhedy Al Kutimi

Pasangan Ardiansyah dan Mahyunadi Siapkan 1000 Beasiswa Untuk Tahfidz Al-Qur’an

Dhedy Al Kutimi

Ardiansyah Sulaiman Disebut Layak Pimpin Kutim Dua Kali Lebih Baik, Tokoh Masyarakat Mugi Rahayu Beri Dukungan Penuh

Dhedy Al Kutimi